
Warga Gaza Kembali
Warga Gaza Kembali , Newspulsetoday.com – Setelah berbulan-bulan hidup dalam pengungsian akibat konflik berkepanjangan, ribuan warga Gaza akhirnya mulai kembali ke rumah mereka.
Suasana haru bercampur lega terlihat di sepanjang jalan-jalan yang rusak, di antara reruntuhan bangunan dan puing-puing yang dulu merupakan permukiman padat penduduk. NERAKATOTO
Bersamaan dengan kepulangan mereka, bantuan kemanusiaan internasional mulai berdatangan melalui perbatasan Rafah dan Kerem Shalom, membawa makanan, obat-obatan, serta peralatan medis yang sangat dibutuhkan.
Bagi banyak warga Gaza, momen ini bukan hanya sekadar pulang — melainkan awal dari perjuangan untuk memulai kembali kehidupan dari nol.
“Kami kembali, bukan karena semuanya sudah aman, tapi karena tidak ada tempat lain untuk pergi,” ujar Amal Abu Zaid, seorang ibu tiga anak, yang rumahnya di Khan Younis kini hanya tersisa tembok separuh.
Gaza Setelah Badai Konflik

Wilayah Gaza telah menjadi pusat konflik berkepanjangan antara Israel dan kelompok bersenjata Palestina.
Dalam beberapa bulan terakhir, serangan udara dan pertempuran darat menghancurkan sebagian besar infrastruktur, termasuk rumah sakit, sekolah, dan jaringan listrik.
Menurut data dari United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA), lebih dari:
- 1,3 juta warga mengungsi ke wilayah selatan,
- 60% bangunan tempat tinggal mengalami kerusakan berat atau hancur total,
- dan akses terhadap air bersih serta listrik hanya mencapai kurang dari 20%.
Kini, ketika gencatan senjata sementara mulai berlaku, gelombang kepulangan terjadi di berbagai titik.
Warga yang selama ini hidup di tenda darurat mulai berjalan kaki kembali ke wilayah utara dan tengah Gaza, membawa barang seadanya di atas gerobak dan keledai.
“Tidak ada listrik, tidak ada air, tapi setidaknya ini rumah kami,” kata Yousef Al-Hamdan, warga Beit Hanoun yang baru kembali bersama keluarganya.
Bantuan Kemanusiaan Mulai Masuk

Kabar baik datang bersamaan dengan kepulangan warga: konvoi bantuan kemanusiaan mulai masuk melalui jalur Rafah di perbatasan Mesir.
Bantuan ini merupakan hasil koordinasi antara PBB, WHO, dan Palang Merah Internasional, setelah mendapatkan izin terbatas dari pihak Israel.
Isi bantuan tersebut mencakup:
- Bahan makanan pokok seperti tepung, beras, dan minyak,
- Obat-obatan dan peralatan medis untuk rumah sakit lapangan,
- Peralatan kebersihan dan air bersih,
- serta bahan bangunan darurat seperti terpal, kayu, dan semen.
Meskipun jumlahnya masih jauh dari kebutuhan sebenarnya, masuknya bantuan menjadi titik terang di tengah kondisi yang suram.
“Kami melihat ini sebagai awal dari upaya pemulihan kemanusiaan,” kata Martin Griffiths, Kepala Urusan Kemanusiaan PBB.
“Namun tantangan terbesar adalah memastikan distribusi berjalan adil dan aman di seluruh Gaza.”
Kondisi Lapangan: Antara Harapan dan Kehancuran
Kondisi Gaza pasca-konflik dapat digambarkan sebagai pemandangan kehancuran total.
Jalan-jalan utama hancur, rumah-rumah runtuh, dan reruntuhan memenuhi setiap sudut kota.
Namun di tengah puing-puing itu, muncul tanda-tanda kehidupan kembali.
Anak-anak bermain di antara bangunan yang runtuh, ibu-ibu memasak di atas tungku darurat, dan para pria berusaha memperbaiki atap dengan bahan seadanya.
Beberapa rumah sakit lapangan telah kembali beroperasi, termasuk Al-Shifa Hospital, meskipun dalam kapasitas sangat terbatas.
Tenaga medis internasional bekerja bergantian selama 24 jam untuk menangani korban luka dan pasien kronis.
“Kami kekurangan segalanya — tapi kami tidak akan menyerah,” ungkap Dr. Laila Rahman, sukarelawan asal Jordania.
Tantangan Pemulihan Infrastruktur
Meskipun suasana mulai pulih secara emosional, tantangan rekonstruksi Gaza masih sangat besar.
Kerusakan jaringan listrik dan air membuat kehidupan sehari-hari sulit dijalankan.
Menurut laporan Bank Dunia, nilai kerusakan infrastruktur Gaza diperkirakan mencapai lebih dari USD 10 miliar.
Pemerintah Palestina dan organisasi internasional kini mulai membahas rencana jangka panjang untuk rehabilitasi wilayah tersebut, termasuk:
- Rehabilitasi perumahan warga,
- Pembangunan kembali jaringan listrik,
- Pemulihan rumah sakit dan sekolah,
- serta pembentukan “zona aman” untuk kegiatan ekonomi dan perdagangan.
Namun, proses ini diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun, tergantung pada situasi politik dan keamanan di kawasan.
“Tidak mungkin membangun Gaza kembali tanpa stabilitas politik,” ujar analis Timur Tengah Nabil Shaath.
Suara dari Lapangan: Kisah Para Penyintas
Kisah dari warga Gaza menggambarkan kekuatan luar biasa di tengah penderitaan.
Banyak yang kehilangan segalanya, tapi tetap memilih untuk bertahan dan bangkit.
Seperti Fatima Al-Khaled, seorang guru sekolah dasar, yang kini mengajar anak-anak di bawah tenda pengungsian menggunakan papan tulis kecil.
“Mereka perlu belajar, agar tahu dunia masih punya masa depan untuk mereka,” katanya sambil tersenyum tipis.
Atau Omar Darwish, mantan teknisi listrik yang kini membangun generator darurat untuk menyalakan lampu di kamp pengungsi.
“Kalau kita tidak mulai sekarang, siapa lagi yang akan menolong Gaza?”
Cerita-cerita ini menjadi bukti bahwa meski Gaza porak-poranda, semangat hidup warganya tak pernah padam.
Respons Internasional
Komunitas internasional menyambut baik langkah pembukaan akses bantuan ke Gaza.
Uni Eropa, Turki, dan Indonesia menjadi negara donor aktif yang mengirimkan bantuan logistik dan medis.
Indonesia, melalui Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Palang Merah Indonesia (PMI), juga mengirimkan bantuan senilai jutaan dolar, termasuk ambulans dan obat-obatan.
“Bantuan ini bukan sekadar bentuk solidaritas, tapi panggilan kemanusiaan,” ujar Retno Marsudi, Menteri Luar Negeri Indonesia.
Sementara itu, PBB menyerukan agar gencatan senjata diperpanjang agar jalur kemanusiaan bisa beroperasi tanpa hambatan.
Negara-negara Arab juga mengadakan pertemuan darurat untuk membahas inisiatif pemulihan ekonomi Palestina.
Masa Depan Gaza: Harapan di Tengah Ketidakpastian

Kembali ke rumah bukan berarti segalanya sudah normal.
Banyak warga Gaza kini hidup tanpa pekerjaan, tanpa air bersih, dan tanpa jaminan keamanan jangka panjang.
Namun, kepulangan massal ini menandai babak baru dalam perjuangan warga Palestina.
Program “Rebuild Gaza Initiative” yang dicanangkan oleh beberapa organisasi internasional diharapkan dapat mempercepat proses pemulihan.
Selain bantuan fisik, fokus utama juga diarahkan pada dukungan psikososial, terutama bagi anak-anak dan perempuan yang menjadi korban trauma perang.
“Gaza bukan hanya wilayah konflik, tapi juga tempat jutaan manusia yang ingin hidup damai,” kata António Guterres, Sekjen PBB.
Kesimpulan
Kembalinya ribuan warga Gaza ke rumah mereka menjadi simbol keteguhan manusia menghadapi penderitaan.
Di tengah reruntuhan dan ketidakpastian, mereka memilih untuk tetap bertahan, membangun kembali kehidupan dengan harapan dan keberanian.
Masuknya bantuan kemanusiaan adalah langkah awal yang penting, tetapi pekerjaan besar masih menanti: membangun kembali Gaza yang damai dan layak huni.
“Kami mungkin kehilangan segalanya,” kata Amal Abu Zaid, “tapi kami masih punya harapan — dan itu lebih kuat dari apa pun.”